Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Merumuskan Tujuan Perancangan dengan Design Thinking

Avatar
×

Merumuskan Tujuan Perancangan dengan Design Thinking

Sebarkan artikel ini

Hai teman-teman! Dalam artikel ini, saya akan membahas pengalaman saya dalam merumuskan tujuan perancangan menggunakan pendekatan Design Thinking, khususnya pada fase Define. Yuk, kita kupas tuntas bersama!

Intensitas dan Dinamika Proses

Pertama, izinkan saya untuk membagikan intensitas dan dinamika proses yang saya rasakan selama merumuskan tujuan perancangan. Jujur saja, ini adalah fase yang cukup menantang bagi saya. Bayangkan, saya harus bisa mengerucutkan permasalahan yang ditemukan pada fase Empathize sebelumnya untuk merumuskan tujuan perancangan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

“Dalam fase Define ini, saya harus bisa mengerucutkan permasalahan yang ditemukan pada fase Empathize untuk merumuskan tujuan perancangan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik.”

Proses ini membutuhkan kreativitas, fokus, dan pemahaman mendalam terhadap permasalahan serta peserta didik. Saya berusaha memilah informasi dan merumuskan tujuan serta design challenge yang dapat menjawab permasalahan pembelajaran.

Sebagai contoh, saat merancang media pembelajaran untuk siswa SMP, saya menemukan bahwa mereka kesulitan memahami konsep aljabar karena materinya terlalu abstrak. Dalam fase Define, saya harus mengerucutkan permasalahan ini menjadi tujuan perancangan yang spesifik, seperti “Merancang media pembelajaran aljabar yang interaktif dan visual untuk membantu siswa SMP memahami konsep abstrak dengan lebih mudah.”

Perspektif Baru dalam Merumuskan Tujuan

Selanjutnya, ada hal baru yang mempengaruhi perspektif saya dalam memandang perumusan tujuan. Ternyata, mendalami permasalahan sampai ke akar masalahnya dengan menerapkan empati pada fase sebelumnya menjadi kunci dalam menentukan tujuan yang tepat.

“Memahami kebutuhan spesifik peserta didik menjadi kunci dalam menentukan tujuan yang tepat.”

Design Thinking memberi pandangan baru bahwa memberikan solusi terbaik harus diawali dengan pemahaman mendalam terhadap masalah dan sasaran perancangan. Ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang seringkali langsung memberikan solusi tanpa memahami akar permasalahan terlebih dahulu.

Sebagai ilustrasi, saat merancang media pembelajaran untuk siswa SMA, saya menemukan bahwa mereka kesulitan memahami materi biologi karena kurangnya visualisasi dan contoh nyata dalam buku teks. Dengan menerapkan empati, saya dapat memahami bahwa gaya belajar mereka adalah visual dan praktis. Oleh karena itu, tujuan perancangan yang saya rumuskan adalah “Mengembangkan media pembelajaran biologi yang menyajikan visualisasi dan contoh nyata untuk membantu siswa SMA memahami materi dengan lebih baik sesuai gaya belajar mereka.”

Ekspektasi yang Belum Terpenuhi

Meski demikian, ada ekspektasi yang belum terpenuhi selama proses perkuliahan topik ini, yaitu bagaimana mengimplementasikan fase Define secara optimal pada peserta didik yang beragam. Tindakan yang akan saya lakukan adalah:

  1. Memperdalam teori terkait fase Define
  2. Berdiskusi dengan rekan sejawat untuk mendapat masukan
  3. Terus berusaha menerapkan solusi yang ditemukan pada peserta didik untuk mengetahui hasilnya

Jika masih terdapat kekurangan, saya akan memperbaikinya agar bisa mendapatkan tujuan dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Pentingnya Merumuskan Tujuan dengan Tepat

Nah, dari pengalaman saya, merumuskan tujuan dalam Design Thinking merupakan proses yang menantang dan membutuhkan pemahaman mendalam terhadap permasalahan serta karakteristik sasaran perancangan. Fase Define membuka perspektif baru bahwa solusi terbaik harus diawali dengan pendalaman masalah.

Mengapa merumuskan tujuan dengan tepat itu penting? Karena tujuan yang tepat akan menjadi panduan dalam merancang solusi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Jika tujuannya meleset, maka solusi yang dihasilkan pun bisa jadi tidak relevan atau bahkan menambah masalah baru.

Sebagai ilustrasi, bayangkan jika tujuan perancangan media pembelajaran aljabar hanya “Membuat media pembelajaran aljabar yang menarik”. Tanpa memahami kebutuhan spesifik siswa, media yang dihasilkan bisa jadi hanya menarik secara visual tapi tidak membantu mereka memahami konsep abstrak aljabar.

Mengutip Sumber dengan Benar

Nah, dalam menulis artikel ilmiah seperti ini, kita juga harus memperhatikan cara mengutip sumber dengan benar. Mengutip sumber adalah hal penting untuk menghindari plagiarisme dan memberikan penghargaan pada penulis atau peneliti yang karyanya kita gunakan sebagai referensi.

Dalam artikel ini, saya menggunakan gaya pengutipan APA (American Psychological Association) yang merupakan standar dalam bidang ilmu sosial dan pendidikan. Berikut adalah beberapa kaidah dalam mengutip sumber menggunakan gaya APA:

  1. Sumber kutipan dalam teks: Secara umum, formatnya adalah author(s) dan page (page to page). Contoh:
    • (Azaria 20)
    • (Santoso, Azaria, and Tan 18-21)
  2. Daftar Pustaka:
    • Penulisan nama pengarang pertama adalah nama keluarga/belakang, diikuti dengan nama depan dan nama tengah (jika ada) secara lengkap.
    • Penulisan nama pengarang kedua dan seterusnya dituliskan secara lengkap sesuai dengan urutan yang sebenarnya.
    • Judul buku dan judul periodical menggunakan cetak miring (italicized).
    • Menuliskan jenis media (media type) yang digunakan sebagai sumber kutipan, seperti Print, Web, Email, atau Lecture.
    • Semua yang masuk dalam daftar pustaka adalah karya yang sudah diterbitkan atau unggah (published).

Selain itu, dalam menulis artikel ilmiah, kita juga harus menggunakan ragam bahasa baku dan laras bahasa keilmuan yang memiliki ciri-ciri seperti:

  • Fungsi simbolik lebih ditekankan daripada fungsi emotif dan afektif
  • Bahasa yang digunakan bersifat reproduktif, yakni gagasan yang disampaikan penulis dapat dipahami secara tepat oleh pembacanya
  • Menggunakan kalimat-kalimat yang lugas, padat, dan jelas
  • Menggunakan istilah-istilah teknis yang sesuai dengan bidang ilmu yang dibahas

Dengan mengikuti kaidah-kaidah tersebut, artikel ilmiah yang kita tulis akan lebih berkualitas dan dapat diterima oleh komunitas akademik.

Penutup

Demikianlah pengalaman dan pemahaman saya tentang merumuskan tujuan perancangan dengan pendekatan Design Thinking, khususnya pada fase Define. Meski belum semua ekspektasi terpenuhi, saya akan terus berupaya memperdalam pemahaman dan mengimplementasikan fase ini dengan optimal.

Jika kalian ingin membaca lebih lanjut tentang topik ini, kalian bisa mengunjungi tautan berikut:

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kalian tentang Design Thinking dan pentingnya merumuskan tujuan perancangan dengan tepat. Jangan ragu untuk berbagi pengalaman dan pertanyaan kalian di kolom komentar ya!

Baca Juga!  Karakter Pelajar dan Siswa yang Diharapkan di Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *