Teori Struktural Fungsional merupakan salah satu teori sosiologi klasik yang penting. Teori ini memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai struktur yang saling terhubung dan memiliki fungsi masing-masing. Tujuan teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana masyarakat dapat bertahan dan berintegrasi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara detail mengenai Teori Struktural Fungsional, meliputi:
Tokoh-Tokoh Teori Struktural Fungsional
Berikut adalah dua tokoh utama dalam Teori Struktural Fungsional:
Emile Durkheim
Emile Durkheim dianggap sebagai bapak sosiologi modern. Ia memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi secara fungsional dalam keseimbangan. Durkheim menekankan bahwa masyarakat bukan sekadar kumpulan individu, tetapi memiliki realitas tersendiri di luar individu.
Pandangan Durkheim ini menjadi dasar bagi munculnya Teori Struktural Fungsional. Ia meletakkan dasar pemikiran bahwa setiap struktur dalam masyarakat memiliki fungsi tertentu. Jika salah satu struktur tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi ketidakseimbangan yang mengganggu stabilitas sistem masyarakat secara keseluruhan.
Talcott Parsons
Sosiolog lain yang sangat berpengaruh dalam Teori Struktural Fungsional adalah Talcott Parsons. Ia mengembangkan skema AGIL untuk menjelaskan empat fungsi penting yang harus dipenuhi agar sistem sosial dapat bertahan hidup, yaitu:
- Adaptation (Adaptasi): sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
- Goal Attainment (Pencapaian Tujuan): sistem harus mendefinisikan & mencapai tujuannya
- Integration (Integrasi): sistem harus mengatur hubungan antar bagiannya
- Latency (Pemeliharaan Pola): sistem harus memelihara motivasi & pola-pola kultural yang mendukung 3 fungsi di atas.
Skema AGIL Parsons ini sangat penting dalam menjelaskan stabilitas sistem sosial menurut Teori Struktural Fungsional.
Nah, itu dia dua tokoh utama yang sangat berpengaruh dalam teori sosiologi ini. Selanjutnya, kita akan bahas asumsi dasar Teori Struktural Fungsional.
Asumsi Dasar Teori Struktural Fungsional
Teori Struktural Fungsional memiliki beberapa asumsi dasar, antara lain:
Masyarakat sebagai Sistem
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling terhubung satu sama lain. Subsistem-subsistem ini misalnya sistem ekonomi, politik, hukum, pendidikan, keluarga, dan lain-lain.
Masing-masing subsistem memiliki fungsi tertentu untuk menjaga keberlangsungan sistem secara keseluruhan. Misalnya, sistem politik berfungsi untuk membuat kebijakan, sistem hukum untuk menegakkan aturan main, sistem ekonomi untuk mengatur produksi dan distribusi barang dan jasa.
Struktur Memiliki Fungsi
Setiap struktur dalam setiap subsistem memiliki peran fungsional dalam mempertahankan keutuhan sistem sosial yang lebih besar. Misalnya, struktur keluarga berfungsi sebagai unit terkecil reproduksi dan sosialisasi generasi berikutnya.
Jika suatu struktur tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan terjadi ketidakseimbangan yang mengganggu stabilitas seluruh sistem sosial. Karena itu setiap struktur harus menjalankan fungsinya dengan baik.
Perubahan Secara Evolusioner
Teori Struktural Fungsional memandang bahwa perubahan masyarakat sebaiknya terjadi secara bertahap dan evolusioner, bukan secara revolusioner atau drastis.
Perubahan secara evolusioner diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan dan tetap menjaga keutuhan sistem sosial. Sebaliknya perubahan drastis dan revolusioner dianggap akan mengganggu keseimbangan sistem.
Nah, itulah 3 asumsi dasar dari Teori Struktural Fungsional menurut para ahli. Selanjutnya kita akan bahas bagaimana teori ini memandang perubahan sosial.
Pandangan Terhadap Perubahan Sosial
Bagaimana Teori Struktural Fungsional memandang terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat? Berikut penjelasannya:
Perubahan Bertujuan Kembalikan Keseimbangan
Menurut teori ini, perubahan sosial pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium) dalam sistem sosial. Jika terjadi ketidakseimbangan akibat tidak berfungsinya suatu struktur, maka akan muncul kekuatan perubahan untuk mengembalikan kondisi seimbang.
Sebagai contoh, jika tingkat pengangguran terlalu tinggi sehingga sistem ekonomi terganggu, maka pemerintah mungkin akan membuat kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Tujuannya untuk menurunkan pengangguran dan mengembalikan keseimbangan.
Menekankan Integrasi, Stabilitas & Konsensus
Teori Struktural Fungsional sangat menekankan pentingnya integrasi, stabilitas dan konsensus nilai dalam sistem sosial. Oleh karena itu, teori ini cenderung memandang negatif konflik dan perubahan drastis yang dapat mengganggu ketiga hal tersebut.
Perubahan sebaiknya terjadi secara bertahap melalui mekanisme evolusi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan, bukan melalui mekanisme revolusi yang bersifat drastis dan menimbulkan konflik tajam.
Intinya, teori ini lebih menekankan bagaimana mencapai keteraturan, stabilitas dan konsensus dalam sistem sosial. Perubahan dipandang sebagai mekanisme untuk tujuan-tujuan konservatif tersebut.
Nah, itulah pandangan Teori Struktural Fungsional terhadap perubahan sosial yang mungkin agak berbeda dengan teori-teori sosiologi lainnya.
Selanjutnya kita akan membahas faktor utama apa saja yang menurut teori ini mengintegrasikan sistem sosial.
Faktor Pengintegrasi Sistem Menurut Teori Ini
Menurut Teori Struktural Fungsional, ada dua faktor utama yang mengintegrasikan sistem sosial, yaitu:
Konsensus Nilai
Faktor pertama adalah adanya konsensus nilai (value consensus) di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai dan norma-norma sosial utama.
Konsensus ini misalnya terlihat dari mayoritas masyarakat yang sepakat bahwa nilai keadilan, kejujuran, gotong royong, dan tolong-menolong itu penting. Konsensus nilai inilah yang menciptakan kohesi sosial.
Internalisasi Nilai
Faktor kedua adalah internalisasi nilai melalui proses sosialisasi di lingkungan keluarga maupun institusi sosial seperti sekolah dan tempat kerja.
Melalui internalisasi nilai sejak kecil, anggota masyarakat belajar menaati norma, aturan main, dan harapan peran yang ada di masyarakatnya. Hal ini penting agar setiap orang dapat menjalankan fungsinya masing-masing.
Nah, dengan konsensus nilai dan internalisasi nilai inilah maka sistem sosial menurut teori ini akan terintegrasi dengan baik.
Setelah membahas beberapa hal kunci, sekarang kita beralih ke kekuatan dan kelemahan Teori Struktural Fungsional.
Kekuatan Teori Struktural Fungsional
Berikut adalah dua kekuatan utama Teori Struktural Fungsional:
Memberikan Kerangka Analisis Sistem Sosial
Teori ini memberikan kerangka analisis hubungan fungsional antar berbagai struktur dalam sistem sosial, misalnya bagaimana sistem politik berinteraksi dengan sistem ekonomi.
Kerangka analisis sistem sosial dari teori ini sangat bermanfaat untuk memahami suatu masyarakat secara lebih komprehensif.
Mengutamakan Keteraturan & Stabilitas
Dengan menekankan pentingnya fungsi setiap struktur, konsensus nilai dan evolusi gradualis, Teori Struktural Fungsional sangat mengutamakan terciptanya keteraturan dan stabilitas sistem sosial.
Hal ini dipandang sangat positif oleh banyak kalangan terutama pemerintah, karena stabilitas politik dan sosial adalah kunci pembangunan ekonomi dan kemajuan peradaban suatu bangsa.
Nah, itu dia dua kekuatan utama dari Teori Struktural Fungsional. Namun teori ini juga tidak luput dari sejumlah kelemahan dan kritik.
Kelemahan Teori Struktural Fungsional
Meskipun memiliki sejumlah kekuatan, Teori Struktural Fungsional juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
Mengabaikan Konflik & Ketegangan
Dengan terlalu menekankan konsensus, stabilitas dan evolusi gradual, teori ini dianggap mengabaikan adanya konflik, ketegangan dan kontradiksi yang wajar terjadi dalam setiap sistem sosial.
Padahal dalam kenyataannya, konflik dan ketegangan justru sering mendorong adanya perubahan sosial. Misalnya demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah minimum yang akhirnya memicu kebijakan perbaikan kesejahteraan pekerja.
Terlalu Statis & Konservatif
Kritik lain menyebutkan Teori Struktural Fungsional terlalu statis dan konservatif. Teori ini dianggap cenderung mempertahankan status quo ketimbang mendorong transformasi sosial yang lebih progresif.
Misalnya teori ini kurang bisa menjelaskan revolusi-revolusi besar seperti Revolusi Prancis dan Revolusi Rusia yang sangat mengubah tatanan sosial dan sejarah dunia.
Mengesampingkan Peran Agen Perubahan
Teori ini juga dianggap terlalu strukturalistik dan deterministik, sehingga mengesampingkan peran penting para agen perubahan seperti pemimpin-pemimpin sosial dan gerakan-gerakan sosial dalam sejarah dalam mendorong adanya perubahan masyarakat.
Nah itu dia beberapa kelemahan utama dari Teori Struktural Fungsional menurut para ilmuwan sosial. Tentu saja tidak ada teori yang sempurna. Namun demikian teori ini tetap berguna dalam kacamata tertentu.
Penutup
Itulah pembahasan panjang lebar mengenai Teori Struktural Fungsional beserta tokoh-tokoh, asumsi dasar, pandangan terhadap perubahan sosial, faktor pengintegrasi, kekuatan dan kelemahan teori ini.
Teori klasik dalam ilmu sosiologi ini tetap relevan untuk membantu kita memahami berbagai gejala sosial dalam masyarakat dewasa ini. Tentu dengan catatan kita juga harus memahami kelemahan-kelemahannya.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk menambah wawasan kita tentang salah satu teori sosiologi yang penting. Terima kasih dan sampai jumpa di artikel berikutnya!