Otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tujuan otonomi daerah antara lain untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Namun di era globalisasi saat ini, penerapan otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan baik dalam bidang ekonomi, sumber daya alam, sosial budaya maupun tata kelola pemerintahan.
Tantangan Ekonomi
Globalisasi ekonomi menciptakan pasar bebas dengan persaingan yang ketat antar pelaku ekonomi baik skala lokal maupun global. Hal ini menuntut daerah untuk meningkatkan daya saing produk dan jasa lokal agar mampu bersaing dan memanfaatkan peluang ekonomi global.
Namun, kapasitas perekonomian daerah masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan produk impor. Misalnya, industri kecil menengah di daerah masih kalah bersaing dengan produk impor dari China yang harganya jauh lebih murah. Akibatnya, banyak produk lokal yang tergusur produk impor di pasar domestik.
Selain itu, ketergantungan daerah pada sektor ekonomi tertentu atau ketergantungan ekonomi yang tinggi pada pasar global menyebabkan daerah rentan terhadap gejolak ekonomi global. Sebagai contoh, daerah yang bergantung pada ekspor komoditas primer seperti kelapa sawit, kopi, cokelat, atau tambang akan sangat terdampak jika harga komoditas tersebut anjlok di pasar dunia.
Krisis ekonomi global pada 2008 yang diawali krisis subprime mortgage di Amerika Serikat telah menyebabkan nilai ekspor Indonesia anjlok hingga 20%. Daerah-daerah pengekspor terpukul hebat akibat krisis ini.
Oleh karena itu, daerah perlu meningkatkan daya saing dan mendorong industrialisasi agar tidak tergantung pada satu komoditas ekspor. Selain itu, perlu diversifikasi pasar ekspor ke berbagai negara untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional.
Tantangan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam di daerah perlu dikelola secara bijaksana agar memberi manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, pelaksanaan otonomi daerah berpotensi menimbulkan over-eksploitasi sumber daya alam karena lemahnya pengawasan dan koordinasi antar daerah.
Sebagai contoh, banyak daerah yang saling bersaing merebut investor dengan menawarkan insentif berlebihan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Akibatnya, banyak hutan yang dibabat, tambang yang dieksploitasi berlebihan, dan pesisir yang rusak karena pencemaran limbah industri.
Menurut Greenpeace Indonesia, luas hutan alam primer di Indonesia berkurang dari 82 juta hektar pada 1990 menjadi 49 juta hektar pada 2013. Deforestasi untuk perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama hilangnya hutan alam.
Tantangan lain terkait pengelolaan sumber daya alam adalah maraknya illegal logging dan illegal fishing yang melintasi batas daerah. Lemahnya koordinasi antar daerah menyulitkan upaya pencegahan praktik ilegal tersebut.
Misalnya, oknum-oknum di suatu daerah bekerja sama dengan sindikat kejahatan untuk menebang liar kayu di daerah tetangga kemudian menjualnya ke luar negeri. Atau kapal asing melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan daerah tanpa mendapat izin.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan pengawasan bersama antar daerah agar pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan secara berkelanjutan dan menghindari konflik kepentingan.
Tantangan Sosial Budaya
Globalisasi telah membuka peluang masuknya budaya asing dari berbagai belahan dunia ke daerah-daerah di Indonesia melalui internet, media sosial, film, musik dan lainnya.
Di satu sisi, hal ini memperkaya keragaman budaya dan menambah wawasan masyarakat daerah. Namun di sisi lain, arus budaya global ini berpotensi mengikis nilai-nilai lokal dan sosial yang sudah lama dipegang masyarakat.
Misalnya, gaya hidup konsumtif dan hedonis yang ditampilkan di media massa dapat mempengaruhi perilaku remaja di daerah. Atau, tradisi gotong royong dan tolong-menolong yang merupakan budaya lokal mulai ditinggalkan karena individualisme dan materialisme yang didorong budaya populer global.
Pemerintah daerah dituntut bijaksana dalam menyikapi pengaruh budaya global ini. Perlu upaya mempertahankan nilai-nilai luhur budaya lokal sekaligus mengambil sisi positif dari budaya global, misalnya etika kerja dan inovasi.
Selain itu, globalisasi juga memicu urbanisasi dan migrasi besar-besaran dari desa ke kota. Misalnya, banyak pemuda desa yang hijrah ke Jakarta, Bandung atau kota besar lainnya untuk mencari kerja dengan gaji lebih tinggi.
Arus urbanisasi yang deras ini berpotensi memicu masalah sosial di perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang meningkat. Pemerintah daerah perlu menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan di desa agar urbanisasi dapat dikendalikan.
Tantangan Tata Kelola
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sangat penting agar roda pemerintahan daerah dapat berjalan efektif. Namun, penerapan otonomi daerah di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan tata kelola.
Salah satunya adalah masalah korupsi yang masih meluas di tingkat daerah. Menurut survei Indonesia Corruption Watch, dari 536 kasus korupsi yang ditangani KPK pada 2018, 269 kasus atau 50% di antaranya terjadi di pemerintahan daerah.
Selain itu, rendahnya kapasitas birokrasi daerah baik dari sisi kualitas SDM, sistem administrasi, maupun penganggaran dan pelaporan keuangan menghambat optimalisasi otonomi daerah. Seringkali dinas-dinas daerah tidak memiliki data dan informasi memadai untuk perencanaan program kerja.
Konflik kepentingan antar dinas daerah juga kerap terjadi, misalnya dinas kehutanan, pertambangan dan lingkungan hidup saling berebut kepentingan soal izin usaha. Akibatnya, pembangunan daerah menjadi tidak terkoordinasi.
Tidak jarang pula terjadi kontestasi politik berkepanjangan di daerah pasca pemilihan kepala daerah. Hal ini menyebabkan fokus pemerintah daerah terpecah untuk urusan politik alih-alih memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan koordinasi dan kolaborasi antar daerah guna mengatasi masalah bersama seperti transportasi, lingkungan, keamanan, dan lainnya. Sayangnya, koordinasi antar daerah kerap terhambat karena tidak adanya mekanisme komunikasi dan kerja sama yang memadai.
Pemerintah pusat perlu mendorong terbentuknya wadah kerja sama antar daerah sekaligus meningkatkan pengawasan untuk memastikan tata kelola pemerintahan daerah berjalan dengan baik.
Penutup
Demikian uraian panjang lebar mengenai berbagai tantangan yang dihadapi otonomi daerah di Indonesia di era globalisasi saat ini. Tantangan-tantangan tersebut mencakup masalah ekonomi, sumber daya alam, sosial budaya, dan tata kelola pemerintahan.
Diperlukan strategi menyeluruh dari berbagai pihak mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, LSM dan masyarakat untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Jika tidak, otonomi daerah yang dicita-citakan sebagai motor pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan sulit terwujud.
Melalui komitmen bersama dan kolaborasi pintar dari seluruh pemangku kepentingan, tantangan otonomi daerah di era globalisasi dapat diatasi untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.
Assalamualaikum wr wb.
sebelumnya perkenalkan nama saya Dede Saepurohman,
menurut saya artikel yang kaka buat ibu bagus,dan dapat mudah di pahami oleh si pembaca.
Namun didalam artikel tersebut ada sedikit yang kurang.yaitu.tidak adanya solusi maupun langkah-langkah,supaya kita dapat meminimalisir dari tangtangan otonomi daerah di era globalisasi ini.
itu saja sih !!!….
sebelumnya mohon maaf,atas kelancangannya.
Terimakasih.
wassalamualaikum wr wb.