Sunan Muria adalah salah satu dari Sembilan Wali atau Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15. Dia dikenal sebagai tokoh sufi yang bijaksana dan piawai dalam berdakwah. Salah satu kontribusinya yang terbesar adalah melakukan Islamisasi terhadap budaya dan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sebelumnya.
Tradisi Pra-Islam Masyarakat Jawa
Sebelum Islam masuk ke Jawa, masyarakat Jawa sudah memiliki tradisi, kepercayaan, dan kebudayaan sendiri yang disebut dengan Kejawen. Inti dari kepercayaan Kejawen adalah pemujaan terhadap roh leluhur dan kekuatan alam gaib. Mereka percaya bahwa roh leluhur tetap hidup di alam lain dan dapat memberkahi atau mendatangkan bencana bagi keturunannya.
Beberapa tradisi dalam Kejawen antara lain:
- Membaca mantra-mantra – Mantra dipercaya memiliki kekuatan gaib yang dapat memanggil roh halus atau melindungi diri.
- Menyajikan sesajen – Sesajen berupa makanan dan dupa diletakkan sebagai persembahan kepada leluhur agar memberkahi kehidupan.
- Pertunjukan wayang – Wayang dipercaya sebagai media komunikasi dengan dunia gaib. Ceritanya mengandung mitos dan filosofi.
- Kesenian karawitan – Gamelan, tembang, dan seni tari digunakan dalam upacara adat.
Strategi Dakwah Sunan Muria
Ketika Sunan Muria tiba di Jawa, dia tidak langsung melarang tradisi yang sudah ada. Sebagai seorang sufi dan da’i yang bijaksana, Sunan Muria memahami dia harus berdakwah secara bertahap agar diterima masyarakat.
Beberapa strategi dakwah Sunan Muria adalah:
- Substitusi tradisi – Mengganti tradisi yang bertentangan dengan Islam seperti pemujaan roh leluhur, dengan tradisi yang sesuai syariat seperti berdoa dan berdzikir.
- Interpretasi ulang – Memberi makna dan tujuan baru pada tradisi yang sudah ada agar sejalan dengan Islam.
- Akulturasi budaya – Melestarikan seni dan budaya Jawa dengan memasukkan nilai-nilai Islam didalamnya.
- Pemanfaatan budaya – Menggunakan kesenian Jawa seperti wayang dan gamelan sebagai media dakwah.
Tradisi Membaca Mantra Diganti dengan Dzikir
Salah satu tradisi masyarakat Jawa pra-Islam yang paling bertentangan dengan Islam adalah tradisi membaca mantra dan menyajikan sesajen. Mantra dan sesajen dipersembahkan kepada roh leluhur dan makhluk halus yang dipuja.
Menurut keyakinan Islam, perbuatan tersebut termasuk syirik dan dilarang. Oleh karena itu, Sunan Muria menggantinya dengan tradisi yang sesuai syariat Islam yaitu berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT.
Beberapa contoh penggantian tradisi oleh Sunan Muria:
Tradisi Pra-Islam Diganti dengan Membakar dupa dan kemenyan untuk memanggil roh leluhur Pembacaan tahlil dan sholawat Nabi Mantra minta perlindungan kepada makhluk halus Dzikir dan doa minta perlindungan kepada Allah SWT Sesajen untuk arwah leluhur Sedekah dan doa untuk arwah leluhur
Dengan cara ini Sunan Muria berhasil mengganti tradisi yang bertentangan dengan Islam dengan tradisi baru yang sesuai syariat, tanpa menghapus budaya yang sudah ada.
Wayang Diisi Muatan Dakwah Islam
Selain mantra dan sesajen, pertunjukan wayang juga identik dengan aliran Kejawen. Cerita dan tokoh wayang banyak mengandung unsur mitos dan legenda Jawa pra-Islam. Oleh karena itu Sunan Muria melakukan reinterpretasi terhadap wayang agar selaras dengan Islam.
Beberapa contoh perubahan pada tradisi wayang:
- Menambahkan tokoh dan cerita Islam – Seperti kisah Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan khalifah dimasukkan dalam lakon wayang.
- Menyisipkan pesan-pesan Islam – Dalam setiap pertunjukan wayang, Sunan Muria memasukkan kutipan hadis, ayat Al-Quran, dan ajaran Islam.
- Mengubah makna filosofis – Konsep filsafat Jawa seperti Sangkan Paraning Dumadi disesuaikan dengan konsep Ketuhanan dalam Islam.
Dengan cara ini, wayang yang semula bernafaskan Hindu-Buddha berubah menjadi media dakwah Islam yang efektif. Pesan-pesan Islam dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang memang akrab dengan wayang.
Tradisi Selamatan Disesuaikan Syariat Islam
Tradisi selamatan atau kenduri adalah warisan budaya Jawa pra-Islam yang sampai sekarang masih dilestarikan. Selamatan biasanya berkaitan dengan siklus kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan, kematian, dan panen.
Acara selamatan berisi makan bersama, doa bersama, dan pertunjukan kesenian. Sunan Muria melihat tradisi ini sejalan dengan anjuran Islam untuk saling bertamu, bersedekah, dan mendoakan yang meninggal dunia.
Oleh karena itu, Sunan Muria melestarikan tradisi selamatan dengan memberinya makna baru. Beberapa contoh perubahan pada tradisi selamatan:
- Pembacaan tahlil dan doa khusus untuk orang yang meninggal.
- Adanya khotbah dan pengajian agama dalam acara selamatan.
- Makanan selamatan sesuai aturan halal dalam Islam.
- Mengganti pertunjukan wayang yang mitos dengan seni musik Islami.
Dengan demikian, Sunan Muria berhasil melestarikan tradisi lama dengan memberinya ruh baru yaitu Islam. Inilah yang dimaksud akulturasi budaya, perpaduan tradisi asli dan Islam.
Kesenian Jawa sebagai Sarana Dakwah
Seni pertunjukan seperti wayang, ketoprak, dan karawitan sudah mengakar kuat dalam budaya Jawa pra-Islam. Sunan Muria, sebagai da’i yang bijaksana, melihat potensi besar kesenian Jawa sebagai media dakwah yang efektif.
Oleh karena itu, beliau memanfaatkan kesenian Jawa seperti gamelan, tembang macapat, lagu Sinom dan Kinanti, sebagai sarana penyebaran Islam. Syair dan lirik lagu diselipkan ayat suci Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad SAW agar mudah diingat.
Beberapa contoh pemanfaatan kesenian Jawa oleh Wali Songo sebagai media dakwah:
- Syair lagu Sinom berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
- Tembang Asmaradana mengandung kisah perjuangan para Wali.
- Gamelan degung dimainkan untuk mengiringi pengajian dan pembacaan sholawat.
Berkat strategi yang bijaksana ini, Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa. Kesenian Jawa traditional pun tetap lestari hingga sekarang dengan nilai Islami didalamnya.
Itulah sekilas peran Sunan Muria dalam mentransformasi budaya Jawa pra-Islam agar sesuai dengan syariat Islam. Berkat upayanya, Islam dapat berakar dengan baik di tanah Jawa tanpa menghilangkan kearifan lokal yang sudah ada sebelumnya.