Hai teman-teman, mungkin kamu pernah mendengar istilah sistem pembelian Just-In-Time atau JIT. Sistem ini mulai banyak dipakai perusahaan modern saat ini untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya.
Tapi sistem JIT ini sangat berbeda dengan cara konvensional yang telah lama dipakai. Apa sebenarnya perbedaannya? Yuk kita pelajari sama-sama!
1. Sistem Tarikan vs Sistem Dorongan
Perbedaan mendasar antara sistem pembelian JIT dan konvensional adalah pada sistem penarikan dan sistem pendorongannya.
Sistem JIT menerapkan sistem tarikan, yang juga disebut sistem pull. Di sini aktivitas pembelian ditentukan oleh permintaan konsumen secara real time.
Misalnya divisi penjualan menerima banyak pesanan sepatu merah dari konsumen. Otomatis ini menarik divisi produksi untuk segera memproduksi sepatu merah sesuai jumlah pesanan. Dan aktivitas produksi akan sekaligus menarik jumlah pembelian bahan baku yang dibutuhkan.
Sementara itu, sistem konvensional menerapkan sistem dorongan atau push system. Aktivitas pembelian didasarkan pada perkiraan kebutuhan produksi yang disusun terlebih dahulu. Aktivitas pembelian mendorong aktivitas produksi, tanpa menunggu pesanan konsumen. Hal ini menyebabkan resiko penumpukan persediaan.
2. Jumlah Persediaan
Otomatis dengan sistem tarikan, sistem pembelian JIT fokus mengurangi persediaan seminimal mungkin bahkan kalau perlu menjadi nol.
Barang dibeli hanya jika benar-benar diperlukan untuk memproduksi produk tertentu berdasarkan permintaan konsumen. Tidak ada pembelian untuk menimbun persediaan. Dengan begitu, tidak ada biaya menggelembung untuk menyimpan persediaan ataupun resiko persediaan ketinggalan zaman.
Sebaliknya pada sistem konvensional, persediaan bisa sangat besar sebagai antisipasi lonjakan permintaan atau gangguan produksi. Produksi tidak menunggu pesanan konsumen dan bisa jadi barang-barang yang diproduksi tidak laku terjual.
Hal ini tentu sangat boros dan penumpukan barang di gudang juga jadi masalah. Produsen rugi, konsumen jadi terbatas pilihan. Jadi, jelas ya sistem JIT sangat efisien dalam pengelolaan persediaan.
3. Keterlibatan Pekerja
Sistem pembelian JIT menuntut keterlibatan pekerja yang jauh lebih intens dibanding cara konvensional.
Pada sistem JIT, semua pekerja harus saling berbagi informasi secara transparan agar alur produksi dan pengadaan barang berjalan super efisien. Manajemen juga harus melibatkan dan memberi kesempatan pekerja untuk berpartisipasi aktif mengambil keputusan penting terkait operasional perusahaan.
Sementara sistem konvensional, operasional cenderung kurang transparan antardepartemen. Pekerja di level bawah juga kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan, semua top-down dari manajemen puncak. Alhasil sering terjadi masalah karena komunikasi redup.
4. Jumlah Pemasok
Karena sistem pembelian JIT berfokus pada kualitas ketimbang kuantitas, biasanya mereka hanya bekerja sama dengan sedikit pemasok. Tapi hubungannya sangat erat. Komunikasi dua arah berjalan lancar agar pasokan selalu tepat jumlah dan tepat waktu.
Sementara sistem konvensional biasanya bekerja sama dengan banyak pemasok sekaligus. Mereka berpacu menumpuk persediaan sebanyak mungkin tanpa melihat tren permintaan pasar. Alhasil, sering suntuk dengan sejumlah persediaan yang menumpuk di gudang.
5. Fleksibilitas Produksi
Karena fokus pada permintaan konsumen, jelas sistem JIT membutuhkan lini produksi yang fleksibel dan mampu menyesuaikan output sesuai fluktuasi pesanan pasar. Mesin dan pekerja harus siap beralih kapan saja dari satu produk ke produk lainnya.
Sementara sistem konvensional bisa memakai lini produksi yang lebih kaku dan sulit mengakomodasi perubahan mendadak. Sistem konvensional bertumpu pada persediaan, bukan responsivitas, untuk menjawab kebutuhan pasar. Oleh karena itu, fleksibilitas produksinya rendah.
Nah, itu dia teman-teman perbedaan utama antara sistem pembelian Just-In-Time dan sistem pembelian konvensional. Semoga pembahasan singkat ini bisa menambah pengetahuanmu tentang konsep-konsep manajemen rantai pasok modern.
Sampai jumpa di artikel berikutnya!