Hai teman! Kali ini kita akan membahas tentang sistem pendaftaran merek di Indonesia yang cukup unik. Sebelum tahun 1992, Indonesia menganut sistem deklaratif atau first to use dalam pendaftaran merek. Namun sejak UU Merek 1992, kita beralih ke sistem konstitutif atau first to file. Nah, apa bedanya kedua sistem ini? Yuk kita urai satu per satu!
Sistem Deklaratif: Pemakai Pertama yang Berkuasa
Dalam sistem deklaratif, hak atas merek diperoleh berdasarkan pemakaian pertama (first to use), bukan pendaftaran. Jadi meski tidak mendaftarkan mereknya, seseorang atau badan usaha bisa mengklaim kepemilikan merek jika mereka bisa membuktikan sebagai pemakai pertama.
Contohnya, misalkan ada Toko Bakso “Bakso Kenangan” yang sudah berjualan sejak 1980-an. Meski tidak mendaftarkan mereknya, mereka bisa mengklaim hak atas merek tersebut karena sudah memakainya lebih dulu.
“Pendaftaran merek hanya bersifat deklaratif, untuk memudahkan pembuktian kepemilikan jika terjadi sengketa di kemudian hari.” – Penjelasan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan
Nah, dalam sistem ini, pendaftaran merek sebenarnya tidak wajib. Pendaftaran hanya berfungsi untuk mempermudah pembuktian kepemilikan jika terjadi sengketa nanti. Pihak yang mendaftar dianggap sebagai pemakai pertama, kecuali ada bukti sebaliknya.
Kelebihan Sistem Deklaratif
- Melindungi hak pemakai pertama meski tidak mendaftarkan mereknya
- Mendorong persaingan usaha yang sehat dan inovatif
Kekurangan Sistem Deklaratif
- Rawan sengketa kepemilikan karena sulit menentukan pemakai pertama
- Tidak ada kepastian hukum bagi pemilik merek
- Mahal dan lama jika harus membuktikan sebagai pemakai pertama
Sistem Konstitutif: Pendaftar Pertama yang Menang
Dalam sistem konstitutif, hak atas merek diperoleh berdasarkan pendaftar pertama (first to file), bukan pemakai pertama. Jadi meski sudah lama menggunakan merek tertentu, jika ada pihak lain yang mendaftarkannya lebih dulu, ya mereka yang bakal dianggap sebagai pemilik sah merek tersebut.
Perbedaan Sistem Deklaratif & Konstitutif Dasar Kepemilikan Merek Pemakai Pertama (First to Use) Keharusan Pendaftaran Tidak Wajib Kepastian Hukum Rendah Potensi Sengketa Tinggi
Contoh kasus yang cukup menghebohkan adalah sengketa merek “Nasmoco” antara PT Nasmoco Bahtera Motor (pendaftar pertama) dengan PT Nasmoco Gemilang Utama (pemakai pertama). Meski sudah lama dipakai, merek “Nasmoco” akhirnya dimenangi oleh PT Nasmoco Bahtera Motor karena mereka yang mendaftarkannya lebih dulu.
Contoh merek terdaftar di Dirjen KI
“Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu…” – Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Jadi dalam sistem konstitutif, pendaftaran merek itu wajib untuk mendapatkan hak eksklusif atas merek tersebut. Tidak ada pengakuan terhadap pemakai pertama yang tidak mendaftarkan mereknya.
Kelebihan Sistem Konstitutif
- Memberikan kepastian hukum yang jelas atas kepemilikan merek
- Mengurangi potensi sengketa kepemilikan merek
- Mendorong pendaftaran merek untuk perlindungan hukum
Kekurangan Sistem Konstitutif
- Tidak melindungi hak pemakai pertama yang tidak mendaftarkan mereknya
- Berpotensi menghambat inovasi karena merek baru bisa ditolak pendaftarannya
Mengapa Indonesia Beralih ke Sistem Konstitutif?
Jadi pada awalnya, Indonesia menganut sistem deklaratif berdasarkan UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Namun sejak UU No. 19 Tahun 1992, kita beralih ke sistem konstitutif yang masih berlaku sampai dengan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Alasan perubahan ini menurut penjelasan UU 1992 adalah untuk:
- Memberikan kepastian hukum yang lebih baik dalam kepemilikan merek
- Menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat
- Mengharmonisasikan dengan sistem internasional seperti Paris Convention
Jadi dengan sistem konstitutif, kepemilikan merek menjadi lebih jelas dan mengurangi potensi sengketa di kemudian hari. Ini penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual para pemilik merek.
“Sistem first to file dianut untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik dalam kepemilikan merek.” – Penjelasan Umum UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Meski begitu, sistem konstitutif juga tidak sempurna. Masih ada kelemahan seperti berpotensi menghambat inovasi karena merek baru bisa ditolak pendaftarannya jika terlalu mirip dengan merek yang sudah ada. Selain itu, hak pemakai pertama yang tidak mendaftarkan mereknya juga tidak dilindungi.
Penutup
Nah, begitulah perbedaan antara sistem deklaratif (first to use) dan sistem konstitutif (first to file) dalam pendaftaran merek di Indonesia. Meski masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, tampaknya sistem konstitutif dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Bagi kamu yang ingin mendaftarkan merek untuk usaha atau produk, pastikan untuk memahami sistem konstitutif ini dengan baik. Jangan sampai merekmu didahului pendaftaran oleh pihak lain ya!
Semoga membantu dan sampai jumpa di pembahasan menarik lainnya!