Scroll untuk baca artikel
Hukum

Mengapa Keputusan Hukum Sering Menuai Protes?

Avatar
×

Mengapa Keputusan Hukum Sering Menuai Protes?

Sebarkan artikel ini
Mengapa Keputusan Hukum Sering Menuai Protes

Keputusan hukum sering kali menjadi topik yang kontroversial dan memicu protes dari berbagai kalangan. Hal ini tidak terlepas dari sifat dasar hukum itu sendiri yang, menurut L. Pospisil, memiliki empat karakteristik utama. Artikel ini akan membahas mengapa keputusan hukum sering menuai protes dengan mengacu pada empat sifat dasar hukum tersebut dan memberikan contoh kasus nyata yang relevan.

4 Sifat Dasar Hukum Menurut L. Pospisil

1. Keputusan Hukum Didukung oleh Suatu Kekuasaan

Keputusan hukum selalu didukung oleh suatu kekuasaan atau otoritas yang menetapkan dan menegakkannya. Namun, jika kekuasaan tersebut dianggap tidak adil atau tidak independen, keputusan hukum dapat menuai protes. Misalnya, jika seorang hakim menerima gratifikasi atau suap, keputusan yang dihasilkan mungkin tidak adil dan memicu protes dari pihak yang dirugikan.

Contoh Kasus:
Kasus Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang diberhentikan karena pelanggaran etik terkait putusan yang memuluskan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden. Putusan ini dianggap tidak adil dan memicu protes dari berbagai pihak yang menilai adanya konflik kepentingan dan pelanggaran etik.

2. Keputusan Hukum Dimaksudkan Berlaku Umum

Hukum dimaksudkan untuk berlaku umum, baik untuk individu maupun kelompok masyarakat. Namun, keputusan hukum yang tidak memperhatikan kebutuhan khusus atau kepentingan individu tertentu dapat dianggap tidak adil dan memicu protes. Ketidakadilan ini sering kali terjadi jika hukum diterapkan secara berbeda berdasarkan latar belakang sosial atau ekonomi pihak yang terlibat.

Baca Juga!  Perlindungan Hukum Konsumen dalam E-Commerce di Indonesia

Contoh Kasus:
Pasal-pasal kontroversial dalam KUHP baru yang dianggap multitafsir dan berpotensi menjadi pasal karet. Misalnya, pasal penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden yang dinilai dapat membatasi kebebasan berpendapat dan memicu protes dari masyarakat yang merasa hak mereka untuk mengkritik pemerintah dibatasi.

3. Keputusan Hukum Menetapkan Hak Pihak yang Satu dan Kewajiban Pihak yang Lain

Keputusan hukum menetapkan hak dan kewajiban yang dapat memicu protes jika dianggap tidak adil. Unsur subjektivitas dalam penetapan hak dan kewajiban ini sering kali menjadi sumber ketidakpuasan, terutama jika pihak yang dikenai kewajiban merasa dirugikan.

Contoh Kasus:
Kasus Prita Mulyasari yang dihukum karena pencemaran nama baik RS Omni Internasional. Keputusan ini memicu protes luas karena dianggap tidak adil dan berlebihan, mengingat Prita hanya menyampaikan keluhan atas pelayanan rumah sakit.

4. Keputusan Hukum Menentukan Sifat dan Beratnya Sanksi

Keputusan hukum menentukan jenis dan beratnya sanksi yang akan diberikan. Jika sanksi yang dijatuhkan dianggap terlalu berat atau terlalu ringan, hal ini dapat memicu protes dari masyarakat yang merasa keadilan tidak ditegakkan dengan benar. Subjektivitas dalam penentuan sanksi sering kali menjadi sumber ketidakpuasan.

Contoh Kasus:
Kasus Rasminah yang dihukum 130 hari penjara karena mencuri enam piring. Keputusan ini menuai protes karena dianggap tidak proporsional dan tidak adil, mengingat nilai barang yang dicuri sangat kecil dibandingkan dengan beratnya hukuman yang dijatuhkan.

Faktor-Faktor Lain yang Menyebabkan Protes Terhadap Keputusan Hukum

Selain empat sifat dasar hukum menurut L. Pospisil, ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan protes terhadap keputusan hukum:

Ketidaksetaraan dalam Kekuasaan

Keputusan hukum dapat dianggap tidak adil jika kekuasaan dalam sistem hukum tidak merata, sehingga pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar cenderung diuntungkan. Misalnya, dalam kasus Nenek Asyani yang dihukum karena mencuri kayu jati, keputusan ini dianggap tidak adil karena hukum lebih keras terhadap rakyat kecil dibandingkan dengan koruptor yang sering kali mendapatkan remisi.

Baca Juga!  Istilah dalam Bahasa Keilmuan Hukum

Interpretasi Subyektif

Keputusan hukum dapat dihasilkan dari interpretasi subyektif hukum atau nilai-nilai pribadi hakim, yang mungkin tidak selalu mencerminkan pandangan masyarakat. Misalnya, dalam kasus Anwar Usman, interpretasi subyektif mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden memicu protes karena dianggap menguntungkan pihak tertentu.

Proses Hukum yang Tidak Transparan

Kurangnya transparansi dalam proses hukum juga dapat memicu protes. Masyarakat sering kali merasa tidak puas jika proses hukum tidak dijalankan secara terbuka dan adil. Misalnya, dalam kasus Prita Mulyasari, kurangnya transparansi dalam penanganan kasusnya memicu protes luas dari masyarakat.

Kesimpulan

Keputusan hukum sering kali menuai protes karena adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Ketidakadilan ini dapat muncul dari ketidaksetaraan dalam kekuasaan, penerapan hukum yang tidak memperhatikan kebutuhan khusus, penetapan hak dan kewajiban yang subjektif, serta penentuan sanksi yang tidak proporsional. Contoh-contoh kasus di atas menunjukkan bagaimana sifat dasar hukum menurut L. Pospisil dapat menyebabkan ketidakpuasan dan protes dari masyarakat.

Dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan protes terhadap keputusan hukum, diharapkan masyarakat dapat lebih kritis dalam menilai keputusan hukum dan mendorong reformasi hukum yang lebih adil dan transparan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *