Saat terjadi bencana, entah itu banjir, gempa bumi, kebakaran, atau pandemi, kita sering melihat atau mendengar cerita bagaimana para korban tampak kebingungan, panik, dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka seolah kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih dan mengambil tindakan yang cepat serta tepat di tengah situasi genting tersebut.
Fenomena ini sebenarnya cukup umum terjadi. Namun, mengapa demikian? Apa yang sebenarnya terjadi pada psikologis seseorang saat dihadapkan pada bencana? Yuk kita bahas lebih lanjut!
Bencana Memicu Berbagai Reaksi Psikologis
Saat bencana terjadi, ada banyak reaksi psikologis yang muncul dan bisa mengganggu kemampuan berpikir jernih seseorang. Beberapa di antaranya:
- Rasa takut dan cemas yang akut
- Kesedihan dan rasa bersalah yang kronis
- Perasaan hampa
- Mudah marah
- Menyalahkan diri sendiri atau orang lain
- Menarik diri atau isolasi diri
Bayangkan jika kamu tiba-tiba dihadapkan pada situasi bencana. Rumahmu rusak, harta bendamu hilang, atau bahkan ada anggota keluarga yang terluka. Wajar jika berbagai perasaan negatif seperti di atas muncul, bukan?
Nah, saat pikiran dipenuhi oleh emosi-emosi negatif tersebut, kemampuan berpikir rasional dan mengambil keputusan jadi terganggu. Alih-alih memikirkan langkah terbaik untuk menyelamatkan diri atau menolong orang lain, korban bencana bisa “stuck” dalam kepanikan.
Dampak Bencana pada Kondisi Fisik
Selain reaksi psikologis, bencana juga bisa menimbulkan berbagai gangguan fisik, seperti:
- Hilang nafsu makan
- Sakit kepala
- Nyeri dada
- Diare
- Hiperaktif
- Mimpi buruk
- Sulit tidur
- Kelelahan
Kondisi fisik yang tidak prima ini tentu turut mempengaruhi kemampuan berpikir dan bertindak. Coba ingat lagi saat kamu sedang sakit. Fokus jadi berkurang, badan lemas, kepala pusing, jadi lebih sensitif dan emosional. Nah, korban bencana juga bisa mengalami hal serupa, sehingga kemampuan berpikir jernihnya jadi terganggu.
Perubahan Pola Pikir dan Sensitivitas Terhadap Stres
Bencana juga bisa mengubah pola pikir seseorang dan meningkatkan sensitivitas terhadap faktor pemicu stres dari lingkungan. Misalnya, suara keras tiba-tiba bisa memicu kepanikan pada korban gempa atau ledakan.
Tekanan dari luar, seperti kemunculan orang asing yang tiba-tiba datang ke lokasi bencana (relawan, petugas, dsb), juga bisa menambah beban psikologis korban. Mereka mungkin jadi curiga, tidak mudah percaya, atau malah menghindar. Hal-hal ini tentu menghambat proses evakuasi dan pemberian bantuan.
Kehilangan Orientasi Masa Depan dan Rasa Aman
Satu hal lagi yang membuat korban bencana sulit berpikir jernih adalah perasaan kehilangan orientasi masa depan dan rasa aman. Bayangkan, dalam sekejap hidupmu berubah drastis. Rumah hancur, tidak punya apa-apa lagi, tidak tahu kapan bisa kembali normal.
Ketidakpastian ini menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Alih-alih berpikir “Apa yang bisa kulakukan sekarang untuk memperbaiki keadaan?”, yang muncul mungkin justru “Sudahlah, percuma, semua sudah hancur.” Pola pikir negatif ini jelas menghambat kemampuan problem-solving dan pengambilan keputusan.
Guncangan Terhadap Keyakinan Spiritual
Bencana juga bisa mengguncang keyakinan spiritual seseorang. Beberapa reaksi yang mungkin muncul adalah:
- Marah atau kecewa terhadap Tuhan
- Mempertanyakan keadilan dan kebaikan Tuhan
- Menjauh dari agama atau kepercayaan yang dianut
Guncangan spiritual ini bisa menambah beban psikologis korban bencana. Apalagi, bagi banyak orang, agama dan spiritualitas adalah sumber kekuatan saat menghadapi cobaan hidup. Saat sumber kekuatan ini goyah, kemampuan resiliensi dan berpikir jernih pun jadi terganggu.
Intensitas Reaksi Bervariasi Antar Individu
Penting untuk diingat, intensitas dan durasi reaksi psikologis terhadap bencana berbeda-beda antar individu. Faktor yang mempengaruhi antara lain:
- Pengalaman masa lalu
- Kekuatan emosional
- Dukungan sosial yang dimiliki
Jadi, tidak semua orang akan “lumpuh” saat menghadapi bencana. Sebagian mungkin tetap bisa berpikir cukup jernih. Namun secara umum, gangguan psikologis memang cukup signifikan menghambat fungsi kognitif korban.
Pentingnya Intervensi Psikologis Pasca Bencana
Karena dampak psikologis bencana begitu signifikan, intervensi psikologis jadi komponen penting dalam penanganan bencana. Salah satu metode yang sering digunakan adalah Psychological First Aid (PFA).
PFA bertujuan memberikan dukungan psikososial dasar bagi korban, seperti:
- Memenuhi kebutuhan dasar
- Mendengarkan tanpa menghakimi
- Menenangkan dan menstabilkan emosi
- Memberikan informasi dan menghubungkan dengan layanan lain
- Melindungi dari bahaya lebih lanjut
Dengan intervensi PFA, diharapkan korban bisa lebih tenang secara emosi dan perlahan mulai bisa berpikir lebih jernih untuk mengambil langkah pemulihan selanjutnya.
Kesimpulan
Jadi, mengapa bencana membuat orang sulit berpikir jernih dan bertindak cepat? Ada beberapa alasan psikologis:
- Munculnya reaksi emosional akut seperti rasa takut, cemas, sedih, marah, dsb.
- Gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi kognitif.
- Perubahan pola pikir dan peningkatan sensitivitas terhadap stresor.
- Perasaan kehilangan orientasi masa depan dan rasa aman.
- Guncangan terhadap keyakinan spiritual.
Meski intensitasnya bervariasi antar individu, secara umum dampak psikologis bencana cukup signifikan dalam menghambat kemampuan berpikir jernih dan problem solving.
Karena itu, dukungan psikologis seperti PFA menjadi penting untuk membantu korban menstabilkan emosi dan perlahan mulai pulih. Kita semua berharap tidak ada lagi bencana yang terjadi. Tapi jika iya, semoga kita bisa lebih siap secara psikologis dan tetap bisa berpikir jernih ya!