Hak angket adalah hak konstitusional DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 20A ayat (2) yang berbunyi:
“Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.”
Jadi, hak angket memberi kewenangan kepada DPR untuk memanggil pejabat negara guna memberikan keterangan tentang suatu kebijakan yang kontroversial. Tujuannya adalah untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Contoh kasus yang pernah diangkat menjadi hak angket antara lain kasus Bank Century, kasus haji, kasus impor daging sapi, dan lain-lain. Jadi bisa dibilang, hak angket kerap digunakan oposisi untuk menekan dan mengkritisi kinerja pemerintah.
Syarat Pengajuan Hak Angket
Agar hak angket dapat diajukan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
- Diajukan oleh paling sedikit 25 anggota DPR
- Harus mewakili lebih dari 1 fraksi di DPR
- Adanya dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan
Jumlah 25 anggota tersebut setara dengan 1/10 dari total anggota DPR yang berjumlah 560 orang. Sedangkan adanya lebih dari 1 fraksi menunjukkan dukungan lintas partai politik di DPR untuk menggunakan hak angket.
Komposisi kursi DPR saat ini (2024) adalah:
| Partai | Jumlah Kursi |
|-|-|
| Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) | 128 |
| Partai Golongan Karya (Golkar) | 85 |
| Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) | 78 |
| Partai Nasional Demokrat (Nasdem) | 59 |
| Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) | 57 |
| Partai Amanat Nasional (PAN) | 44 |
| Partai Keadilan Sejahtera (PKS) | 40 |
| Partai Demokrat | 38 |
| Partai Persatuan Pembangunan (PPP) | 14 |
| Partai Berkarya | 12 |
| Partai Garuda | 1 |
| Independen | 4 |
Dengan komposisi tersebut, partai politik pendukung pasangan calon 01 (PKB, NasDem, PKS) memiliki total 314 kursi. Ini berarti cukup kuat secara politik untuk mengajukan hak angket tanpa dukungan partai lain.
Kekuatan Hak Angket Terhadap Hasil Pemilu
Lalu, apakah hak angket memiliki kekuatan untuk membatalkan hasil Pemilu 2024?
Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun, hak angket hanya bersifat politis dan tidak mengikat secara hukum. Hak angket juga tidak dapat digunakan untuk membatalkan hasil Pemilu.
“Hak angket tidak bisa digunakan untuk membatalkan hasil pemilu. Karena sifatnya politis, bukan yuridis atau hukum,” ujar Refly.
Hak angket lebih ditujukan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang oleh penyelenggara negara. Jika ditemukan maladministrasi Pemilu, hasilnya akan berupa rekomendasi kepada lembaga peradilan.
“Kalau pun ada rekomendasi dari hasil angket soal Pemilu, itu ditujukan ke lembaga peradilan, seperti Mahkamah Konstitusi,” imbuh Refly.
Jadi bisa disimpulkan, meskipun hak angket dapat diajukan, hak angket tidak dapat secara langsung membatalkan hasil Pemilu 2024. Ia hanya bersifat politis, bukan yuridis.
Upaya Lain Membatalkan Hasil Pemilu
Lantas apa upaya lain yang bisa ditempuh untuk membatalkan hasil Pemilu 2024, jika memang terbukti ada kecurangan?
Beberapa pakar menyebutkan setidaknya ada 2 opsi, yaitu:
1. Melalui MK
Cara pertama adalah dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 158 UU No.7/2017 tentang Pemilu menyebutkan MK berwenang memutus perselisihan hasil penghitungan suara Pemilu.
Syaratnya, pihak penggugat harus menyertakan bukti-bukti yang cukup kuat adanya kecurangan dalam penghitungan suara. Jika MK memutuskan terbukti ada pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, maka MK dapat membatalkan hasil penghitungan suara di tingkat nasional.
2. Melalui MPR
Cara kedua adalah dengan melakukan usulan pemakzulan Presiden ke MPR. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR, baik karena pelanggaran hukum maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
Namun, opsi ini relatif sulit karena usulan pemberhentian Presiden harus disetujui oleh minimal 3/4 anggota MPR yang hadir. Jumlah ini setara dengan 428 dari 560 anggota MPR. Saat ini, partai pendukung Jokowi hanya memiliki 413 kursi di MPR.
Kesimpulan
Itulah ulasan panjang lebar soal kekuatan hak angket DPR dan upaya lain yang bisa ditempuh terkait hasil Pemilu 2024. Intinya, meski hak angket dapat diajukan, ia tidak dapat secara langsung membatalkan hasil Pemilu. Hak angket lebih bersifat politis dan berupa rekomendasi ke lembaga peradilan.
Adapun upaya lain yang bisa ditempuh adalah melalui MK dengan mengajukan bukti kecurangan Pemilu, atau melalui MPR dengan usulan pemakzulan Presiden. Namun, kedua opsi ini juga tidak mudah dan membutuhkan bukti-bukti kuat serta dukungan politik yang besar.
Semoga artikel ini bisa menjadi referensi penting bagi Anda tentang seluk-beluk hak angket DPR. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya!