Scroll untuk baca artikel
Rupa

Dilema Korban KDRT yang Membalas Dendam: Pelaku Kejahatan atau Korban Teraniaya?

Avatar
×

Dilema Korban KDRT yang Membalas Dendam: Pelaku Kejahatan atau Korban Teraniaya?

Sebarkan artikel ini
Dilema Korban KDRT yang Membalas Dendam

Bayangkan jika selama puluhan tahun, seorang perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya. Setiap hari, ia harus menghadapi pukulan, hinaan, dan rasa takut yang tak berkesudahan. Hingga pada suatu titik, ia memutuskan untuk membalas dendam, mengakibatkan suaminya cedera parah. Pertanyaannya, apakah perempuan ini dapat disebut sebagai pelaku kejahatan murni?

Dampak Psikologis KDRT yang Berkepanjangan

KDRT bukan sekadar kekerasan fisik, tapi juga meninggalkan luka psikologis yang mendalam. Korban KDRT kerap mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Bayangkan, bertahun-tahun hidup dalam ketakutan, merasa tidak berdaya, dan terus-menerus direndahkan oleh orang yang seharusnya melindungi dan mencintai Anda. Kondisi psikologis yang terguncang ini dapat mempengaruhi kemampuan korban dalam mengambil keputusan dan mengendalikan emosi.

Contoh Kasus

Seorang perempuan, sebut saja Mawar, mengalami KDRT selama 15 tahun pernikahannya. Suaminya kerap memukulinya, bahkan di depan anak-anak mereka. Mawar sempat melaporkan ke polisi, tapi kasusnya tidak ditindaklanjuti. Ia merasa tidak ada yang bisa menolongnya. Dalam kondisi putus asa dan ketakutan, Mawar akhirnya membalas dendam dan melukai suaminya.

Frustrasi Akibat Kurangnya Perlindungan Hukum

Sayangnya, sistem hukum dan masyarakat seringkali kurang responsif terhadap kasus KDRT. Korban merasa tidak mendapatkan perlindungan dan keadilan yang memadai. Proses hukum yang panjang dan melelahkan, ditambah stigma sosial yang kerap menyalahkan korban, dapat semakin menekan psikologis korban KDRT.

TahunJumlah Kasus KDRTKasus yang Diproses Hukum
201810.4251.512 (14,5%)
201911.1051.693 (15,2%)
202013.5681.890 (13,9%)

Sumber: Komnas Perempuan

Data di atas menunjukkan betapa sedikitnya kasus KDRT yang diproses secara hukum. Kondisi ini dapat mendorong korban untuk mengambil tindakan sendiri demi mempertahankan diri.

Baca Juga!  Susu Bubuk Full Cream: Manfaat, Harga, dan Penggunaan

Pelaku KDRT: Pihak yang Lebih Bertanggung Jawab

Dalam perspektif kriminologi, pelaku KDRT dianggap sebagai pihak yang lebih bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang terjadi. Mereka telah melakukan kekerasan secara berulang dan dalam jangka waktu lama, menciptakan lingkungan yang traumatis bagi korban. Tindakan balasan dari korban, meski tidak dapat dibenarkan secara hukum, dapat dipahami sebagai akibat dari viktimisasi berkepanjangan yang mereka alami.

Infografis Siklus KDRT

Pertimbangan dalam Proses Peradilan

Meski tindakan membalas dendam tidak dapat dibenarkan secara hukum, dalam proses peradilan perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang melatarbelakangi tindakan korban. Riwayat KDRT yang dialami, dampak psikologis, serta upaya perlindungan dan pemulihan yang seharusnya dia dapatkan sebagai korban, perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan hukuman yang adil.

Berikut kutipan dari pakar hukum pidana, Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H.:

“Dalam kasus seperti ini, penting untuk melihat konteks kekerasan yang dialami korban KDRT secara menyeluruh. Meski tindakan balasan tetap harus dipertanggungjawabkan secara hukum, pertimbangan riwayat viktimisasi dan dampak psikologis perlu diperhatikan dalam proses peradilan.”

Pentingnya Dukungan bagi Korban KDRT

Sebagai masyarakat, kita perlu meningkatkan kepedulian dan responsivitas terhadap kasus KDRT. Korban membutuhkan perlindungan, pendampingan, dan dukungan untuk memulihkan diri dari trauma yang dialami. Beberapa langkah yang dapat kita ambil:

  1. Melaporkan kasus KDRT yang kita ketahui kepada pihak berwenang
  2. Memberikan dukungan emosional dan mendengarkan cerita korban tanpa menghakimi
  3. Mengedukasi masyarakat tentang dampak KDRT dan pentingnya menghentikan kekerasan
  4. Mendorong penegakan hukum yang berkeadilan bagi korban KDRT

Dengan meningkatkan dukungan bagi korban, kita dapat membantu mencegah tindakan balasan yang merugikan dan memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga.

Kesimpulan

Kasus perempuan korban KDRT yang membalas dendam pada suaminya menunjukkan kompleksitas persoalan kekerasan dalam rumah tangga. Meski tindakannya tidak dapat dibenarkan secara hukum, kita perlu memahami faktor psikologis dan viktimisasi berkepanjangan yang melatarbelakanginya. Sebagai masyarakat, mari kita tingkatkan kepedulian dan dukungan bagi korban KDRT, serta mendorong penanganan hukum yang berkeadilan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat membantu memutus rantai kekerasan dan memulihkan kehidupan para korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *