Layanan Over the Top (OTT) seperti Youtube, Netflix, dan platform streaming video lainnya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan digital masyarakat modern. Layanan ini memungkinkan pengguna mengakses berbagai konten hiburan dan informasi melalui internet. Namun, siapa yang bertanggung jawab atas konten yang beredar di platform-platform ini?
Pengertian Layanan OTT
OTT adalah singkatan dari Over the Top, yang merujuk pada penyedia konten media dan layanan melalui internet tanpa bantuan operator telekomunikasi tradisional[1]. Beberapa contoh layanan OTT adalah:
- Layanan streaming video seperti Youtube, Netflix, Viu
- Layanan messaging seperti WhatsApp, Line
- Layanan voice over IP seperti Skype, Google Hangouts
- Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram
Layanan-layanan ini memungkinkan pengguna mengakses konten audio, video, dan teks melalui koneksi internet broadband, bukan melalui saluran telekomunikasi tradisional.
Aturan Hukum terkait Tanggung Jawab Layanan OTT
Beberapa aturan hukum utama di Indonesia terkait tanggung jawab layanan OTT atas konten yang disiarkan adalah:
1. UU Informasi dan Transaksi Elektronik
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa penyelenggara sistem elektronik, termasuk layanan OTT, tidak bertanggung jawab atas konten yang disediakan oleh pengguna jasa kecuali jika yang bersangkutan mengetahui keberadaan konten terlarang tersebut[2].
2. UU Penyiaran
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak secara spesifik mengatur layanan OTT. UU ini hanya mengatur lembaga penyiaran konvensional seperti TV dan radio[3].
3. Surat Edaran Menkominfo tentang Layanan OTT
Surat Edaran No. 3 Tahun 2016 mengatur bahwa penyedia layanan OTT wajib melakukan filtering konten dan menyediakan mekanisme pengaduan konten[4].
Pendapat Para Ahli
Berikut adalah pendapat para ahli mengenai tanggung jawab layanan OTT atas konten yang disiarkan:
“Layanan OTT seperti Youtube seharusnya bertanggung jawab atas konten ilegal karena mereka berperan sebagai penerbit. Mereka seharusnya melakukan moderasi konten secara proaktif.” (Anton, Pakar Hukum Media)
“Tanggung jawab utama atas konten berada di pengguna yang mengunggah. Layanan OTT hanya bertanggung jawab melakukan take down konten ilegal jika dilaporkan.” (Budi, Pakar Teknologi Informasi)
“Layanan OTT harus bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk menangani konten berbahaya tanpa mengurangi inovasi dan kreativitas.” (Clara, Pakar Kebijakan Media)
Tanggung Jawab Layanan OTT menurut Hukum Internasional
Di berbagai negara, isu tanggung jawab layanan OTT masih diperdebatkan. Beberapa contoh kebijakan internasional terkait hal ini adalah:
- Di Amerika Serikat, Section 230 Communications Decency Act memberi kekebalan hukum kepada layanan OTT atas konten dari pengguna.
- Di Uni Eropa, Directive on Copyright Article 17 mewajibkan layanan OTT melakukan upaya terbaik untuk mencegah penyebaran konten ilegal.
- Di Australia, Online Safety Act 2021 mewajibkan layanan OTT memiliki mekanisme pengaduan konten berbahaya.
Tanggung Jawab Layanan OTT dalam Perspektif Para Pemangku Kepentingan
Isu tanggung jawab layanan OTT seperti Youtube atas konten yang beredar di platform mereka memiliki banyak sisi dan perspektif dari berbagai pemangku kepentingan. Berikut adalah beberapa sudut pandang utama:
Pemerintah
- Prihatin dengan konten negatif dan berbahaya di layanan OTT yang dapat meresahkan masyarakat
- Ingin layanan OTT bertanggung jawab dan proaktif menangani konten ilegal
- Perlu kepastian hukum untuk mengatur layanan OTT tanpa menghambat inovasi
Layanan OTT
- Merasa sudah memberikan mekanisme pengaduan konten dan bekerja sama dengan pemerintah
- Khawatir regulasi berlebihan akan membatasi kebebasan berekspresi dan berinovasi
- Perlu kejelasan aturan main untuk menghindari ambiguitas tanggung jawab
Masyarakat
- Mengharapkan layanan OTT menyediakan konten yang positif dan bermanfaat
- Prihatin dengan maraknya konten hoaks, ujaran kebencian, dan pornografi
- Mendambakan pengalaman digital yang aman bagi anak-anak
Pelaku Industri
- Merasa layanan OTT telah “merampas” audiens dan pendapatan iklan media konvensional
- Mengkritik minimnya kewajiban layanan OTT dalam hal perpajakan dan retribusi
- Berharap ada regulasi yang menciptakan “level playing field” yang adil
Regulasi Layanan OTT di Beberapa Negara
Berikut adalah perbandingan pengaturan layanan OTT di beberapa negara:
Amerika Serikat
- Memberikan kekebalan hukum yang luas kepada layanan OTT berdasarkan Section 230 Communications Decency Act.
- Layanan OTT hanya bertanggung jawab melakukan take down konten jika menerima laporan pelanggaran.
Singapura
- Memiliki kerangka regulasi yang ketat untuk layanan OTT, terutama konten berbahaya.
- Layanan OTT wajib mendapat lisensi dan melakukan moderasi konten secara proaktif.
Australia
- Melalui Online Safety Act 2021, mewajibkan layanan OTT memiliki mekanisme pengaduan konten berbahaya.
- Layanan OTT harus menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam setelah menerima laporan.
Negara | Regulasi | Tanggung Jawab Layanan OTT |
---|---|---|
Amerika Serikat | Longgar | Minimal |
Singapura | Ketat | Maksimal |
Australia | Moderat | Terbatas |
Penutup
Layanan OTT telah menjadi bagian penting dari ekosistem digital global. Namun, isu tanggung jawabnya atas konten yang beredar masih menjadi perdebatan di banyak negara. Diperlukan keseimbangan antara inovasi dan perlindungan kepentingan publik dalam merumuskan regulasi layanan OTT ke depannya. Dengan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, diharapkan dapat diciptakan pengalaman digital yang positif bagi masyarakat luas.