Penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan proses penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan mendeteksi adanya penyalahgunaan dana. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mengevaluasi tingkat kesehatan BUMN berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No: Kep-100/MBU/2002. Evaluasi ini melibatkan penilaian terhadap aspek keuangan, operasional, dan administrasi perusahaan.
Tingkat kesehatan BUMN/BUMD diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu sehat sekali, sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Penilaian ini didasarkan pada kriteria R-L-S yang mengacu pada aspek Risiko, Likuiditas, dan Solvabilitas. Selain itu, terdapat indikator-indikator penilaian yang lebih terperinci yang diatur dalam kebijakan tersebut. Penilaian kinerja BUMN dilakukan dengan menggunakan standar nasional yang telah ditetapkan.
Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja BUMN/BUMD. Tujuan pengawasan ini adalah untuk memastikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat beroperasi secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan strategisnya. Penilaian kinerja BUMN/BUMD berdasarkan data keuangan telah menjadi acuan bagi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan apakah suatu BUMN/BUMD dalam keadaan sehat atau tidak sehat.
Namun, terdapat tantangan dalam melakukan penilaian kinerja BUMN/BUMD hanya berdasarkan data keuangan. Terkadang, suatu perusahaan yang baru saja dinyatakan sehat dalam penilaian keuangan, tiba-tiba mengalami kebangkrutan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, diperlukan ukuran kinerja yang lebih rasional dan komprehensif dalam rangka mencapai tujuan strategis suatu entitas.
Untuk meningkatkan efektivitas dalam penilaian dan pengawasan kinerja BUMN/BUMD, beberapa langkah dapat dilakukan. Pertama, perlu adanya sinergi antara regulator, manajemen perusahaan, dan pihak terkait lainnya untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan dan operasional. Kedua, perlu dikembangkan indikator-indikator penilaian yang lebih holistik yang mencakup aspek keuangan, operasional, dan manajemen risiko. Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kesehatan perusahaan.
Selain itu, perlu ditingkatkan pula penggunaan teknologi informasi dalam pengumpulan data dan analisis kinerja BUMN/BUMD. Dengan demikian, pengambilan keputusan akan didukung oleh data yang lebih akurat dan real-time. Selain itu, penting untuk melibatkan pihak independen seperti auditor eksternal dan ahli keuangan dalam proses penilaian kinerja perusahaan. Hal ini akan memberikan perspektif dan masukan yang obyektif dalam menilai tingkat kesehatan BUMN/BUMD.
Dalam kesimpulan, penilaian tingkat kesehatan BUMN/BUMD di Indonesia merupakan langkah penting dalam memantau kinerja perusahaan dan mencegah penyalahgunaan dana. Proses ini melibatkan evaluasi aspek keuangan, operasional, dan administrasi perusahaan. Namun, penilaian kinerja BUMN/BUMD tidak hanya berdasarkan data keuangan semata, tetapi juga memerlukan ukuran kinerja yang lebih komprehensif. Melalui sinergi antara regulator, manajemen perusahaan, dan pihak terkait lainnya, serta penggunaan teknologi informasi yang tepat, diharapkan penilaian kinerja BUMN/BUMD dapat menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan strategis perusahaan.